Dan ternyata diskusi ala warung kopi (atau penjual daster kodian lebih tepatnya) kami berlanjut. Kami – aku dan Nupi. Meski sebenernya aku sudah ambil keputusan sekaligus kesimpulan, dan menuliskannya di ranah FB ini. Tapi dasar wanita. Kami dianugerahi kemampuan untuk memaksimalkan kedua belah bagian otak yang bersemayam di dalam tempurung kepala kami. Bila otak pria hanya menggunakan belahan otak kanan, otak perempuan bisa memaksimalkan keduanya. Itulah mengapa perempuan lebih banyak bicara ketimbang pria. Dalam sebuah penelitian disebutkan, perempuan menggunakan sekitar 20.000 kata per hari, sementara pria hanya 7.000 kata! Begitu kata penelitian. Bukan kataku.
Maka diskusi (dengan bumbu-bumbu debat) berlanjut ke urusan bagaimana aku dulu pernah mendapat tatapan nista dari teman sekelas waktu kuliah dulu, karena sudah nyata-nyata mengaku mengagumi The Beatles dan musisi lawas lainnya itu. Aku lupa apa yang menjadi tema pelajaran writing kami waktu itu. Kalau tidak salah, tentang Like and Dislike, atau mungkin My Idol? Aku tidak ingat. Mungkin kalau ada teman yang membaca tulisan ini bisa mengoreksi kalau salah. Siang itu kutuliskan pada secarik kertas bahwa aku suka Beatles. Dan betapa aku enjoy mendengarkan Sting dan sesekali Bee Gees. Tugas selesai. Mengarang sangatlah mudah kalau kau hanya perlu menuliskan sesuatu yang kau suka, ataupun juga sesuatu yang kau tidak suka. Karena itu bukan lagi mengarang. Tapi menuliskan fakta. Dikumpulkannyalah tulisan-tulisan kami itu. Aku cukup puas karena sehabis itu kami tidak ada kelas. Turun main. Makan ke kantin.
Tapi rupanya sang dosen, seorang doktor bertahi lalat Rano Karno, memutuskan untuk membaca beberapa karya kami. Sedikit grogi. Karya siapa yang akan dibaca? Apa karyaku akan dibaca? Kenapa dibaca? Apa karena bagus? Apa karena banyak salah grammar? Berapa karya yang akan dibaca? Berapa lama? Semoga sayur asem, telor asin di kantin masih ada waktu kami ke sana.
Dan sang doktor mulai membaca. Sebenarnya aku suka gaya bicaranya. Seperti laki-laki yang baru saja menghabiskan sebungkus nasi padang dengan lauk ayam bakar dan sayur gulai nangka. Oh, mungkin dengan sedikit kuah tunjang. Dan tentu saja sambal ijo. Jangan lupa yang satu itu. Dan ditutup dengan minum segelas teh tawar hangat. Suaranya basah di kerongkongan. Ceria, terkadang jenaka, diselingi bunyi-bunyi kecapan "ck" seperti baru saja menelan sesendok nasi padang kuah tunjang. Karya pertama dibacakan. Bukan karyaku. Tarik nafas lega. Aman dunia. Karya berikutnya, masih bukan karyaku. Sampai akhirnya aku mengenali carik kertas dan warna tinta yang nampak dari belakang itu. Ya ampun! Siap-siap tutup telinga.
Rupanya tidak cukup hanya membaca, pak dosen juga berkomentar. Alamak, kurang sedap sayur asem di kantin siang ini nampaknya nanti. “Well, this is interesting. So you're not only enjoy pop music, but also rock and jazz”. Mungkin cukup memesan somai saja, lantas menghilang ke musholla. Aku kurang mencerna apa maksud urusan pop, rock, dan jazz barusan. Aku cuma senyam-senyum tipikal orang bingung tapi mengamini pimpinan. Sementara berpasang-pasang mata menoleh ke arahku. Ini kekuranganmu kalau kau duduk di deret belakang. Kalau terjadi sesuatu yang menyangkut pembicaraan dua-arah antara kau dan dosenmu, tak hanya mata dosen yang kau lihat, tapi juga mata-mata milik temanmu yang lainnya yang duduk di muka. Mata-mata dari pemiliknya yang mungkin kurang familiar siapa barusan yang disebut-sebut tadi? Ah sudah lah.
Itu belum seberapa. Paling tidak kami cukup kompak dan berbagi kantin, jadi semuanya menguap dalam satu hari. Terima kasih Tuhan. Tapi beda dengan apa yang terjadi di tempat kursus bahasa Inggris siang itu. Berhari-hari rasanya mata-mata itu masih lekat menatap ke arahku. Begini ceritanya...
Siang itu teacher kami berhalangan, dan diganti oleh substitute teacher. Seorang bapak-bapak setengah baya. Pelajaran dirasa lama dan agak dry. Karena biasanya teacher kami ganteng, hahaa! Di akhir pelajaran, sang mister ternyata memberi “kejutan”. Kami akan diajarinya sebuah lagu. Lagu yang diciptakan oleh Charles Chaplin. Ya, Charlie Chaplin si bintang film hitam-putih itu. Telingaku terangkat. Aih, Sir Charlie Chaplin mencipta lagu? Baru tahu aku. Pak guru membagikan kertas fotokopian bertuliskan teks lagu yang diketik rapih. Kubaca-baca, mencoba menerka bagaimana iramanya. Lagu romantis. Ada kata serenade di sana. Pasti “dalam” sekali.
“Everyone's got the paper?”
“Yes...” Sebagian dari kami menguap. Aku masih menatap kertas lirik.
“Anyone knows the song?” Kami menggeleng. Aku menggeleng sambil mata tetap di kertas lirik.
“Okay. Let me sing it for you first, and you listen, okay..” Pak guru mulai bernyanyi.
“Love... this is my song... “ Suara pak guru.
“... here is a song a serenade to you....” Suaraku. Beradu dengan suara pak guru. Mataku belum juga lepas dari kertas lirik.
Pak guru berhenti bernyanyi. Suara-suara bunyi kursi berderit. Ada hawa aneh di tengkuk, seperti kalau ondel-ondel bakal muncul di hadapan. Pelan-pelan aku mendongak. “Did I just do something wrong??” Kataku. Dalam hati.
“So you KNOW the song??” Telisik pak guru.
“Err, uhm.. I think.. I've heard it before, Sir. But I didn't know until you sang it, just now..” Terbata-bata. Menggaruk-garuk yang tak gatal. Ludah ditelan. Mata-mata masih belum berpaling juga. Mungkin mereka malah terhibur dengan cara yang aneh, mendapati percakapan alien antara aku dan pak guru. Just great.
“Okay, let's sing it together so everyone can hear it!” Antusias sekali.
Jantungku copot ke mata kaki.
Siang yang penuh aib. Bernyanyi lagu usang bersama seorang pak guru pengganti paruh baya di antara teman sekelasmu yang hanya mengenal Backstreet Boys dan Britney Spears adalah aib penuh kenistaan. Tapi aku tak kuasa menahan mulut untuk tak ikut berirama waktu itu. Lagunya syahdu sekali. Jadi peduli setan dengan segala boys-band itu lah, LOL!
**
Love, this is my song
Here is a song, a serenade to you
The world cannot be wrong
If in this world there is you
I care not what the world may say
Without your love there is no day
So, love, this is my song
Here is a song, a serenade to you
No comments:
Post a Comment